Konseling merupakan
salah satu bentuk hubungan yang membantu. Makna bantuan di sini yaitu sebagai
upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya
sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengahadapi krisis-krisis
yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan
kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tersebut.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dan pencapaian optimal dari sebuah hubungan konseling. Salah satu diantaranya
adalah konselor as a person. Bagaimanapun juga, kegiatan
konseling melibatkan interaksi yang intens antara konselor dan
klien. Hubungan mempribadi yang terjadi antara keduanya melibatkan
informasi-informasi sensitif dan rahasia yang mungkin sama sekali tidak
terungkapkan di luar ruangan konseling. Suasana nyaman, hangat dan
mendukung bagi terciptanya hubungan intens ini tentunya merupakan hal mutlak
yang harus ada. Terciptanya suasana ideal seperti itu tentunya melibatkan
konselor. Dengan kata lain, konselor sebagai pribadi dengan segala
keunikan karakteristiknya akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
konseling.
Teknik dan pengetahuan konseling saja kiranya
tidak dianggap cukup untuk mencapai hasil maksimal dalam hubungan konseling.
Senada dengan ungkapan Rogers (1961) yang mengatakan bahwa ciri
kepribadian seorang konselor yang efektif lebih penting daripada dasar teori atau
keterampilan tekhnik yang dimiliki, lebih jauh lagi George dan Christiani
(1981), mengatakan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi konselor baik positif
maupun negatif dalam kegiatan konseling sebagai kegiatan professional,yaitu:
1. Kualitas Pribadi
2. Pengetahuan tentang profesi
3. Keterampilan khusus konseling
Maka keefektifan konseling sebagian besar
diantaranya ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dengan peserta
didik. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan itu bergantung pada
kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kualitas pribadinya.
Dimana kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam
konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi
konsleor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif,
disamping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan
terapeutik atau konseling. Menurut Rollo May (1997 ; 165) persamaan pribadi
merupakan hal yang penting didalam konseling karena konselor hanya dapat
bekerja melalui diri mereka sendiri. Dengan demikian sangat penting dan
esensial bagi konselor bahwa dirinya (self) dapat menjadi intrumen yang
efektif.
Konselor as a person adalah role
model bagi klien. Oleh karena itu perlu kiranya bagi
konselor untuk memiliki dan menampilkan kualitas-kualitas pribadi
tertentu yang pantas untuk menjadikannya sebagai panutan. Dalam konteks
bimbingan dan konseling kualitas pribadi konselor boleh jadi adalah
modal utama dalam menjalankan kegiatan bimbingan konseling yang
efektif. The most effective helper is one who has successfully
integrated the personal and scientific part of himself or herself (Cormier
& Cormier, 1985). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kualitas pribadi
yang harus dimiliki oleh konselor.
Ada beberapa karakteristik yang mewakili baiknya
kualitas pribadi konselor. Munro (Erman Amti: 1979) mengatakan bahwa meskipun
tidak ada pola yang tegas tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
konselor yang efektif, seorang konselor sekurang-kurangnya hendaknya
memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima orang lain, terbuka, dapat
merasakan penderitaan orang lain, mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura
menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri dan obyektif. Senada
dengan ungkapan Munro di atas, Cavanagh, 1982 dalam syamsu Yusuf menyebutkan
secara mendetail karakteristik-karakteristik konselor yang memiliki
kepribadian yang berkualitas sebagai berikut:
1. Pemahaman diri (self knowledge)
Self knowledge berarti pemahaman yang dimiliki oleh
konselor terhadap dirinya, segala tindakannya dan alasan dibalik setiap
tindakannya. Pemahaman diri ini diperlukan karena: a) Konselor yang memiliki
persepsi yang akurat tentang dirinya cendrung akan memiliki persepsi yang
akurat pula tentang orang lain atau klien, b) Konselor yang terampil dalam memahami dirinya
juga akan terampil dalam memahami orang lain, c) Konselor yang memahami
dirinya, maka dia akan mampu mengajarkan cara memahami diri itu kepada orang
lain, d) Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor
untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses
konseling.
2. Kompeten (competent)
Kompeten yang dimaksud di sini adalah bahwa
konselor memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral
sebagai pribadi yang berguna. Salah satu hal yang membedakan hubungan
persahabatan dengan hubungan konseling adalah kompetensi yang dimiliki oleh
konselor.
3. Kesehatan psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis
yang lebih baik dari kliennya. Kesehatan psikologis menjadi penting karena ini
menjadi dasar bagi pemahaman konselor terhadap perilaku dan keterampilannya.
Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat berguna bagi hubungan konseling.
Konselor yang kesehatan psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai berikut:
a) Memperoleh pemuasan
kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan seks, b) Dapat mengatasi
masalah-masalah pribadi yang dihadapinya, c) Menyadari kelemahan atau
keterbatasan kemampuan dirinya dan d) Tidak hanya berjuang
untuk hidup tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
4. Dapat dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini berarti konselor tidak menjadi
ancaman dan penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat
dipercaya menjadi penting karena beberapa sebab: a) Esensi
tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya.
Jika klien tidak memiliki rasa percaya kepada konselor maka rasa frustasilah
yang menjadi hasil konseling, b) Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter
dan motivasi konselor, c) Apabila klien mendapat penerimaan dan
kepercayaan dari konselor maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya
terhadap dirinya sendiri.
5. Jujur (honesty)
Jujur di sini berarti bahwa konselor itu
bersikap transparan (terbuka), auntentik, dan asli (genuine).
Sikap jujur menjadi penting dalam konseling karena hal-hal sebagai berikut:
a) Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan
klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di
dalam proses konseling dan b) Kejujuran memungkinkan konselor untuk memberikan
umpan balik secara obyektif kepada klien.
6.
Kekuatan (Strength)
Kekuatan konselor sangat penting dalam konseling
karena dengan hal itu klien akan merasa amanKonselor yang memiliki kekuatan
cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku berikut: a) Dapat membuat batasan
waktu yang pantas dalam konseling, b) Bersifat fleksibel, dan c) Memiliki identitas diri
yang jelas
7. Bersikap hangat
Bersikap hangat berarti ramah, penuh perhatian,
dan memberikan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa
hangat dan berbagi dengan konselor.
8.
Actives responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses konseling
bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat
mengkomunikasikan perhatian diri terhadap kebutuhan klien. Konselor dapat
mengjukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat,
memberi informasi yang berguna, gagasan baru, berdiskusi tentang cara mengambil
keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses
konseling.
9. Sabar (Patience)
Melalui sikap sabar dari konselor saat proses
konseling akan membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap
sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan klien daripada hasilnya.
Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang
tidak tergesa-gesa.
10. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas kepekaan berarti bahwa konselor
menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersebunyi atau sifat-sifat
mudah tersinggung, baik pada klien maupun dirinya sendiri. Klien yang datang
untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang
sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya
bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara yang
sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. konsleor yang sensitif
akan mampu mengungkap atau menganasis apa masalah sebenarnya yang dihadapi
klien. Konselor yang sensitif memiliki kualitas perilaku sebagai berikut: (a)
sensitif terhadap reaksi terhadap dirinya sendiri, (b) mengetahui kapan,
dimana, dan berapa lama mengungkap masalah klien (probing), (c)
mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tentang masalah yang dihadapinya,
(d) sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah menyinggung dirinya.
11. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling berarti
bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara
serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang ahli dalam segala
hal, di sini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi
yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu
memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi tersebut
meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar